Hari demi hari berlalu. Aku mulai terbiasa dengan keadaan seperti ini, pasca aku putus dengan Eza. Aku mulai bisa mengontrol emosiku, dan yang terpenting, aku belum menceritakan kejadian itu ke siapapun. Aku berhasil memendamnya sendiri. Namun, entah mengapa hari itu perasaanku gelisah. Seperti ada pertanda buruk, tapi aku tak tahu. Tiba-tiba handphone-ku berdering. Ku lihat di screen benda kesayanganku terpampang nama sahabatku: Ayu. Kemudian aku mengangkat telpon dari Ayu.
“Nda, kita harus ketemu, Nda. Kita harus ke rumah Eza sekarang!”
“Kenapa sih, Yu? Eza kenapa?”
Aku menjadi panik saat Ayu memintaku untuk ke rumah Eza. Aku tak tahu apa yang terjadi.
“Udah lah, mendingan sekarang gue jemput lo dan kita ke rumah Eza sekarang, oke?”
Ayu menutup telpon. Perasaanku yang memang sedari tadi tidak enak, sekarang bertambah kacau. Perang batin menderaku. Eza kenapa? Eza baik-baik aja kan? Pertanyaan bertubi-tubi muncul di pikiranku. Tak lama kemudian, klakson mobil Ayu terdengar dari luar rumah. Segera aku berlari menuruni anak tangga dan berpamitan dengan Mama.
“Nda, buruan, Nda! Kita nggak punya banyak waktu!” seru Ayu.
“Ada apa sih?” aku bertambah panik.
“Nanti aja kalau udah sampai di rumah Eza!” kata Ayu sambil menyalakan mesin mobilnya. Lalu, mobil Ayu melesat dengan kecepatan tinggi. Tak lama, kami sampai di halaman rumah Eza. Kenapa rumah Eza sangat ramai? Kenapa ada bendera putih segala? Siapa yang meninggal? Perasaanku sangatlah risau. Apa maksudnya ini? Kemudian, Ayu menarik tanganku, pertanda ia menyuruhku masuk ke dalam rumah Eza.
“Nda, lo yang sabar ya… Gue nggak tega ngasih tahu lo soal ini. Tapi mau gimana lagi, semua udah terjadi. Eza udah nggak ada, Nda,” lirih Ayu sambil memelukku.
Kedua kakiku terasa lemas dan rasanya aku ingin berteriak sekencang mungkin. Namun apa daya, suaraku seperti tercekat di tenggorokan. Aku tak bisa berkata apapun. Aku hanya merasakan aliran hangat di pipiku. Aku tak percaya kalau Eza sudah tidak ada. Ia sudah pergi ke alam baka, alam yang tenang.
“Kenapa, Za? Kenapa secepat ini kamu pergi?” tangisku pecah. Ayu dan mamanya Eza memelukku.
“Nanda, maafkan semua kesalahan Eza, ya. Eza meninggal tadi malam, karena penyakitnya memang sudah parah,” kata mama Eza sambil menenangkanku.
“Sakit? Eza sakit apa, Tante? Kenapa Nanda nggak pernah diberitahu sama Eza?”
“Eza sudah lama mengidap leukemia dan dia meminta Tante untuk merahasiakan semua ini dari Nanda. Eza juga nggak mau dikemoterapi, makanya penyakit Eza sudah sangat parah. Sebelum meninggal, Eza titip ini ke Tante buat Nanda,” mama Eza menyodorkan sepucuk surat berwarna oranye dan memberikannya padaku.
Tubuhku gemetar setelah mendengar cerita dari mama Eza. Jadi ini alasannya Eza memutuskanku, batinku. Dalam kesedihan, aku membaca surat dari Alm. Eza…
Dear my Sweetheart, Nanda.
2 tahun sudah kita mengukir kenangan yang takkan pernah bisa kulupakan. Banyak banget ya yang udah kita lakuin bersama, hahaha… Kamu pasti ingat dong, waktu aku nembak kamu? Kamu masih ingat juga kan waktu pertama kali kita nge-date? Terus ingat juga kan, waktu kita liburan kenaikan kelas ke Bali bareng Ayu dan Randy? Hmm… Terus apa lagi ya? Saking banyaknya aku sampai bingung nulisnya, bukan berarti aku lupa semuanya lho. Aku nggak bakalan lupa kok, Bey.
Oh iya, aku mau minta maaf soal kemarin, waktu aku minta putus sama kamu. Sebenarnya aku nggak bermaksud nyakitin hatimu, Nda, tapi aku punya alasan. Alasannya, aku nggak bisa bikin kamu bahagia selamanya, karena aku tahu, hidupku sudah tak lama lagi. Aku sakit, Nda… Dan aku sudah tak punya harapan hidup lagi. Aku sangat terpukul waktu dokter bilang kalau aku terkena leukemia. Kanker darah. Aku merasa useless banget. Merasa nggak berguna lagi buat kamu, Nda. Makanya aku nggak mau kalau kamu sampai tahu soal penyakitku ini. Aku nggak mau kamu malu punya pacar penyakitan kayak aku, Nanda.
Makasih banyak ya buat semuanya. Walaupun kita sudah nggak bersama, tapi sayang dan cintaku ke kamu nggak akan pernah putus. Aku tetap akan jaga kamu kok, walaupun suatu saat nanti aku dan kamu sudah berbeda dunia. Aku jadi akan jadi malaikatmu. I will be your guardian angel…
Love,
Eza Ardhana Putra
Air mataku menetes membasahi surat itu. Aku semakin menginginkan kehadiran Eza di sisiku. Sejujurnya, aku tak rela Eza pergi, apalagi untuk selama-lamanya. Namun, sekuat mungkin aku mengikhlaskan kepergiannya, karena aku tak mau dia tidak tenang di sana. Ternyata Eza juga memberiku sebuah CD. Aku penasaran, aku meminta izin kepada mama Eza untuk memutarnya. Kemudian, di layar TV terpampang wajah Eza yang ceria dan tak menunjukkan rasa sakitnya, hanya saja dia terlihat pucat.
“Hai Nanda, aku mau ngasih kenang-kenangan buat kamu. Aku mau nyanyiin lagu kesukaanmu, Sayang. Maaf ya kalau suaraku fals, tapi aku harap kamu suka.”
Terdengar petikan senar gitar Eza dan Eza mulai bernyanyi…
When I see your smile
Tears run down my face I can't replace
And now that I'm strong I have figured out
How this world turns cold and it breaks through my soul
And I know I'll find deep inside me I can be the one
I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven
It's okay. It's okay. It's okay.
Seasons are changing
And waves are crashing
And stars are falling all for us
Days grow longer and nights grow shorter
I can show you I'll be the one
I will never let you fall (let you fall)
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all (through it all)
Even if saving you sends me to heaven
Cuz you're my, you're my, my, my true love, my whole heart
Please don't throw that away
Cuz I'm here for you
Please don't walk away and
Please tell me you'll stay, stay
Use me as you will
Pull my strings just for a thrill
And I know I'll be okay
Though my skies are turning gray
I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven
Aku semakin tak kuasa menahan tangis saat mendengar Eza menyanyikan lagu kesukaanku. Eza memang tahu bagaimana cara membuatku luluh kepadanya. Dan aku tak bisa berkata apapun, hanya air mata yang dapat mewakili seluruh perasaanku. Aku berkata lirih, “Selamat jalan, my guardian angel, semoga kamu benar-benar mendapat tempat paling nyaman untuk hidupmu yang abadi. I love you, forever…”
By: @bellatfht
No comments:
Post a Comment